Dalam dunia kerja, hubungan antara perusahaan dan karyawan dibangun atas dasar kepercayaan dan integritas. Perusahaan memberikan kepercayaan kepada karyawan untuk menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dengan jujur dan profesional. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa dalam praktiknya, ada saja kasus di mana karyawan menyalahgunakan kepercayaan tersebut hingga menimbulkan kerugian bagi perusahaan.
Kerugian yang ditimbulkan dapat bersifat materiil, seperti kehilangan aset atau kerugian keuangan, maupun immateriil, seperti rusaknya reputasi perusahaan. Ketika hal ini terjadi, penting bagi perusahaan untuk memahami bahwa mereka memiliki dasar hukum untuk mengambil tindakan terhadap karyawan yang merugikan tersebut. Artikel ini akan membahas bentuk-bentuk kerugian yang mungkin ditimbulkan, langkah awal yang perlu diambil, serta mekanisme hukum yang tersedia.
Baca juga: Zoom Fatigue: Penyebab dan Cara Mengatasinya di Tempat Kerja
Bentuk-Bentuk Kerugian yang Bisa Ditimbulkan oleh Karyawan
Karyawan yang bertindak tidak sesuai dengan aturan atau menyalahgunakan jabatannya dapat menimbulkan berbagai jenis kerugian. Salah satunya adalah penyalahgunaan aset perusahaan, misalnya menggunakan fasilitas kantor untuk kepentingan pribadi atau bahkan menjual aset tanpa izin. Selain itu, pembocoran data atau informasi rahasia perusahaan juga merupakan ancaman serius, apalagi jika informasi tersebut sampai ke tangan kompetitor.
Dalam beberapa kasus, karyawan melakukan tindakan yang mengarah pada pencurian atau penipuan internal, seperti memanipulasi laporan atau mengalihkan dana perusahaan untuk keuntungan pribadi. Tidak jarang pula kerugian terjadi karena kelalaian, di mana karyawan tidak menjalankan prosedur dengan benar sehingga mengakibatkan kerusakan atau kehilangan. Ada pula kasus penyalahgunaan jabatan, di mana seorang karyawan memanfaatkan wewenangnya untuk menguntungkan pihak tertentu dengan cara yang tidak etis.
Langkah Awal yang Harus Dilakukan Perusahaan
Sebelum melangkah ke ranah hukum, perusahaan wajib memastikan bahwa tindakan yang akan diambil didasarkan pada proses yang sah dan dapat dipertanggungjawabkan. Langkah awal dimulai dengan pengumpulan bukti yang valid, baik berupa dokumen, rekaman, atau keterangan dari saksi internal. Setelah itu, perusahaan biasanya melakukan audit atau pemeriksaan internal untuk mengungkap akar permasalahan dan mengukur dampaknya terhadap operasional maupun keuangan.
Setelah ditemukan indikasi pelanggaran, perusahaan perlu memanggil karyawan yang bersangkutan untuk melakukan klarifikasi. Proses ini harus dilakukan secara tertulis dan disertai dokumentasi yang lengkap agar dapat menjadi dasar pengambilan keputusan di kemudian hari. Penanganan awal yang tertib dan profesional akan memperkuat posisi perusahaan jika persoalan ini berlanjut ke jalur hukum.
Dasar Hukum Tindakan terhadap Karyawan
Tindakan perusahaan terhadap karyawan yang merugikan tidak boleh sembarangan, melainkan harus berlandaskan hukum. Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 memberikan ruang bagi perusahaan untuk melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap karyawan yang melakukan pelanggaran berat. Pelanggaran tersebut mencakup tindakan seperti pencurian, penggelapan, penipuan, atau pembocoran rahasia perusahaan.
Selain itu, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) juga bisa digunakan, terutama dalam pasal-pasal yang mengatur tentang tindak pidana pencurian, penggelapan, dan penipuan. Jika pelanggaran yang dilakukan melibatkan sistem elektronik atau data digital, maka perusahaan juga dapat merujuk pada ketentuan dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Tak kalah penting, perjanjian kerja dan peraturan perusahaan yang telah disepakati sebelumnya menjadi dasar internal yang memperkuat legalitas tindakan. Dalam dokumen tersebut biasanya telah diatur bentuk-bentuk pelanggaran serta sanksi administratif yang dapat dikenakan kepada karyawan.
Tindakan Hukum yang Bisa Ditempuh
Setelah memiliki bukti yang cukup dan dasar hukum yang kuat, perusahaan dapat menempuh beberapa jalur penyelesaian. Dalam konteks administratif, sanksi yang bisa dijatuhkan meliputi teguran tertulis, skorsing, atau pemotongan gaji, dengan catatan bahwa pemotongan tersebut tidak melebihi 50% dari total upah yang diterima karyawan. Jika pelanggaran tergolong berat, perusahaan berhak melakukan PHK, selama prosedur yang ditentukan dalam undang-undang sudah diikuti dan bukti pelanggaran cukup kuat.
Jika perusahaan merasa kerugian yang ditimbulkan tidak bisa diselesaikan secara internal, maka jalur pidana dapat dipilih. Dalam hal ini, perusahaan dapat melaporkan tindakan karyawan ke pihak berwajib, terutama jika terdapat unsur kesengajaan dalam pelanggaran. Selain itu, gugatan perdata juga bisa diajukan, khususnya jika perusahaan ingin menuntut ganti rugi atas kerugian yang dialami. Dalam beberapa kasus, tindakan pidana dan perdata bisa dilakukan secara bersamaan jika dianggap perlu.
Tantangan dan Pertimbangan
Meskipun perusahaan memiliki dasar hukum untuk menindak karyawan, pelaksanaannya tidak selalu mudah. Tantangan terbesar adalah pembuktian. Jika bukti tidak cukup kuat, tindakan hukum perusahaan bisa dinilai sebagai PHK sepihak yang melanggar aturan. Selain itu, ada risiko pencemaran nama baik, baik terhadap karyawan maupun perusahaan, jika penanganan tidak dilakukan dengan cermat.
Oleh karena itu, sebelum membawa persoalan ke jalur hukum, perusahaan disarankan untuk menempuh upaya mediasi terlebih dahulu. Penyelesaian bipartit antara perusahaan dan karyawan, atau melalui tripartit yang melibatkan pihak ketiga seperti Dinas Ketenagakerjaan, seringkali menjadi solusi damai yang lebih cepat dan tidak menimbulkan konflik berkepanjangan.
Pencegahan di Masa Depan
Daripada sibuk menyelesaikan masalah yang sudah terjadi, lebih baik perusahaan membangun sistem pencegahan yang kuat. Salah satu langkah utama adalah dengan mensosialisasikan kode etik dan peraturan perusahaan secara rutin kepada seluruh karyawan. Di samping itu, sistem pengawasan internal perlu diperkuat, baik secara manual maupun melalui pemanfaatan teknologi.
Membangun budaya kerja yang transparan, terbuka, dan akuntabel juga penting agar setiap individu merasa bertanggung jawab atas pekerjaannya. Audit berkala terhadap proses bisnis dan aset perusahaan akan membantu mengidentifikasi potensi penyimpangan sejak dini, sehingga tindakan pencegahan dapat segera dilakukan.
Baca juga: Cara Mengelola Mental Load untuk Menjaga Keseimbangan Kerja
Penutup
Setiap perusahaan memiliki hak untuk melindungi diri dari kerugian yang disebabkan oleh karyawannya sendiri. Namun, proses penanganannya harus dilakukan dengan bijak, profesional, dan mengacu pada ketentuan hukum yang berlaku. Langkah hukum bukan hanya bertujuan menghukum, tetapi juga menjadi bentuk perlindungan atas kepercayaan dan integritas yang seharusnya menjadi dasar dalam setiap hubungan kerja. Dengan pengelolaan yang tepat, perusahaan tidak hanya dapat menyelesaikan permasalahan, tetapi juga memperkuat budaya kerja yang sehat dan bertanggung jawab.
Temukan Lowongan Pekerjaan Di MSBU!