Cyberloafing adalah fenomena ketika karyawan menggunakan internet untuk keperluan pribadi saat jam kerja, seperti membuka media sosial, belanja online, atau bahkan menonton video yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan. Di era digital seperti sekarang, di mana akses internet begitu mudah dan pekerjaan banyak dilakukan secara hybrid atau remote, perilaku ini menjadi semakin umum. Ada yang melakukannya sebagai jeda dari pekerjaan yang penuh tekanan, ada pula yang menjadikannya kebiasaan harian. Artikel ini akan membahas mengapa cyberloafing terjadi, apa dampaknya terhadap produktivitas, dan bagaimana perusahaan bisa mengelolanya agar tidak merugikan, bahkan mungkin menjadi sesuatu yang bermanfaat.
Cyberloafing bukan sekadar “malas kerja” atau “curang” terhadap jam kantor, tetapi sering kali menjadi cerminan kondisi psikologis dan lingkungan kerja karyawan. Ada beberapa faktor yang memicunya:
Stres kerja, tekanan deadline, atau pekerjaan yang monoton sering membuat karyawan mencari “pelarian” sejenak melalui aktivitas online yang menyenangkan. Misalnya, seseorang yang menghadapi pekerjaan administratif berulang bisa terdorong untuk membuka media sosial hanya untuk melihat kabar teman atau menonton video lucu sebagai bentuk relaksasi singkat. Selain itu, burnout yang tidak tertangani juga dapat memicu kebiasaan ini sebagai cara untuk menghindari pekerjaan yang terasa berat.
Tidak semua kantor memiliki kebijakan jelas tentang penggunaan internet untuk keperluan pribadi. Ketika tidak ada aturan yang tegas, karyawan cenderung merasa tidak bersalah saat membuka e-commerce atau menonton highlight pertandingan bola saat jam kerja. Selain itu, budaya kerja yang terlalu longgar atau kurang pengawasan bisa memperkuat kebiasaan cyberloafing.
Akses internet yang semakin cepat dan perangkat yang selalu terkoneksi (laptop, smartphone, tablet) mempermudah siapa pun untuk melakukan cyberloafing. Hanya dalam beberapa detik, karyawan bisa beralih dari spreadsheet kerja ke platform belanja online atau media sosial, tanpa harus meninggalkan meja mereka.
Baca juga: Toxic Positivity vs Positive Mindset: Mana yang Sehat untuk Karyawan?
Cyberloafing memiliki banyak bentuk. Beberapa yang paling umum di antaranya:
Walaupun terlihat sepele, kebiasaan ini bisa memakan waktu cukup banyak jika tidak dikontrol dengan baik.
Menariknya, beberapa penelitian menunjukkan bahwa jeda singkat seperti membuka media sosial atau membaca berita online dapat membantu mengurangi stres dan meningkatkan kreativitas. Cyberloafing bisa menjadi “micro-break” yang memberikan penyegaran mental sebelum kembali fokus bekerja. Selama dilakukan dengan batasan yang jelas, kebiasaan ini bahkan bisa mendukung keseimbangan mental karyawan.
Kebijakan ini tidak harus kaku, tetapi harus jelas: kapan boleh dan tidak boleh menggunakan internet untuk urusan pribadi. Contohnya, perusahaan dapat mengizinkan karyawan menggunakan internet pribadi pada jam istirahat atau dalam durasi tertentu selama hari kerja.
Membekali karyawan dengan keterampilan manajemen waktu dapat membantu mereka menghindari kebiasaan cyberloafing berlebihan. Sementara itu, pelatihan literasi digital dapat meningkatkan kesadaran tentang risiko keamanan dan dampak negatif cyberloafing.
Alih-alih hanya fokus pada waktu kerja, perusahaan dapat menerapkan sistem yang lebih berorientasi pada hasil. Selama target pekerjaan tercapai, sedikit jeda online tidak akan menjadi masalah besar. Hal ini juga memberikan karyawan rasa percaya dan tanggung jawab terhadap pekerjaannya.
Alih-alih melarang total, perusahaan dapat menyediakan waktu istirahat singkat yang memang diperuntukkan untuk browsing atau hiburan ringan. Dengan begitu, karyawan bisa melepaskan stres sejenak tanpa merasa bersalah atau sembunyi-sembunyi.
Beberapa perusahaan menggunakan software untuk memantau penggunaan internet karyawan. Namun, pendekatan ini harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak menimbulkan kesan “big brother” yang bisa menurunkan kepercayaan karyawan. Transparansi dalam penerapan teknologi ini adalah kuncinya.
Baca juga: Dampak Trust Issue terhadap Budaya Perusahaan dan Kinerja Tim
Cyberloafing adalah fenomena yang tidak bisa dihindari di era digital, tetapi tidak selalu harus dipandang negatif. Dampaknya terhadap produktivitas sangat bergantung pada konteks dan cara perusahaan mengelolanya. Dengan kebijakan penggunaan internet yang jelas, pelatihan manajemen waktu, penerapan budaya kerja berbasis hasil, serta pemanfaatan teknologi yang etis, cyberloafing bisa ditekan dampak negatifnya dan bahkan menjadi sarana positif untuk menjaga keseimbangan mental karyawan. Perusahaan yang mampu memahami dan mengatur fenomena ini dengan bijak akan memiliki tim yang lebih produktif, sehat secara mental, dan loyal terhadap organisasi.
Temukan Lowongan Pekerjaan Di MSBU Konsultan!