back to blog

Cloud Architect vs DevOps Engineer: Perbedaan dan Kolaborasinya

Read Time 5 mins | 09 Jul 2025 | Written by: Hastin Lia

engineer-8499904_1920

Kalau anda sedang menjelajahi dunia IT dan cloud computing, mungkin anda pernah mendengar dua istilah ini berseliweran: Cloud Architect dan DevOps Engineer. Keduanya terdengar keren, sama-sama bergelut dengan teknologi cloud, dan sering muncul di lowongan kerja level menengah hingga senior. Tapi sebenarnya, apa sih perbedaan mereka? Apakah keduanya saling bertabrakan? Atau justru saling melengkapi? Kalau anda sedang mempertimbangkan karier di salah satu bidang ini, atau penasaran bagaimana keduanya bekerja dalam satu tim, artikel ini akan bantu menjelaskannya dengan bahasa yang mudah dicerna.

Apa Itu Cloud Architect?

Mari mulai dari Cloud Architect dulu. Sesuai namanya, profesi ini berperan layaknya seorang “arsitek” dalam dunia cloud. Jika dalam dunia nyata arsitek merancang bangunan, maka Cloud Architect merancang struktur infrastruktur teknologi berbasis cloud—baik itu di AWS, Google Cloud, Azure, atau platform lainnya.

Tugas utama seorang Cloud Architect adalah merancang sistem IT berbasis cloud agar dapat memenuhi kebutuhan bisnis secara efisien, aman, dan scalable. Misalnya, kalau perusahaan ingin memindahkan seluruh sistem mereka dari data center lokal ke cloud, Cloud Architect lah yang akan merancang jalurnya. Dia akan menentukan teknologi mana yang paling pas, bagaimana skema keamanannya, bagaimana struktur jaringan cloud-nya, dan bagaimana sistem itu akan berkembang jika jumlah pengguna meningkat pesat.

Skill yang dibutuhkan cukup banyak:

  • Pemahaman tentang arsitektur sistem
  • Pengetahuan mendalam tentang layanan cloud (compute, storage, network, database)
  • Pengetahuan tentang keamanan cloud, termasuk IAM (Identity and Access Management)
  • Kemampuan membuat blueprint teknis yang bisa dieksekusi oleh tim DevOps atau tim developer

Seorang Cloud Architect biasanya tidak bekerja sendiri. Ia berkoordinasi dengan banyak pihak: manajer produk, tim keamanan, hingga tim DevOps—yang akan kita bahas sebentar lagi.

Baca juga: 5 Library Python yang Wajib Dikenal Pemula Data Analyst

Apa Itu DevOps Engineer?

Sekarang kita geser ke DevOps Engineer. Berbeda dengan Cloud Architect yang fokus pada “desain”, seorang DevOps Engineer lebih banyak bergerak di lapangan operasional. Kalau diibaratkan dalam proyek bangunan, mereka adalah tim yang memastikan bangunan berdiri sesuai rencana, proses konstruksi efisien, dan sistem keamanannya terjaga.

DevOps sendiri adalah singkatan dari Development dan Operations. Filosofi di balik DevOps adalah menyatukan tim pengembang (developer) dengan tim operasional (ops) agar proses pengembangan aplikasi berjalan mulus dari awal sampai rilis. Nah, DevOps Engineer adalah orang yang menjalankan filosofi ini lewat tools dan automasi.

Tugas utama DevOps Engineer biasanya meliputi:

  • Membangun dan mengelola CI/CD pipeline (Continuous Integration / Continuous Deployment)
  • Mengautomasi proses testing, deployment, dan rollback
  • Memastikan sistem berjalan dengan stabil dan efisien
  • Mengatur monitoring, logging, dan respon terhadap incident

Tools yang digunakan cukup beragam, mulai dari Jenkins, GitLab CI, GitHub Actions, Docker, Kubernetes, Ansible, Terraform, dan masih banyak lagi. DevOps Engineer juga harus cukup jago scripting—biasanya pakai Bash, Python, atau YAML—karena banyak proses yang harus diotomatisasi.

Perbedaan Kunci antara Keduanya

Nah, sekarang kita masuk ke bagian yang paling anda tunggu-tunggu: apa sih sebenarnya perbedaan utama antara Cloud Architect dan DevOps Engineer? Yuk, kita lihat dalam beberapa aspek:

1. Fokus Kerja

  • Cloud Architect: Lebih ke desain strategis jangka panjang. Dia memikirkan keseluruhan sistem, bagaimana agar efisien, scalable, dan aman.
  • DevOps Engineer: Lebih ke eksekusi teknis harian. Dia memastikan sistem berjalan, proses deployment mulus, dan semuanya terautomasi.

2. Lingkup Tugas

  • Cloud Architect biasanya terlibat dalam perencanaan awal proyek besar, misalnya migrasi cloud, integrasi sistem, atau redesign platform.
  • DevOps Engineer hadir sepanjang siklus hidup aplikasi, dari tahap coding, testing, hingga live.

3. Output Kerja

  • Output dari Cloud Architect adalah arsitektur atau blueprint sistem, diagram desain, rekomendasi teknologi.
  • Output dari DevOps Engineer adalah pipeline yang berjalan otomatis, sistem monitoring yang real-time, atau script deployment yang efisien.

4. Tools dan Pendekatan

  • Cloud Architect mungkin lebih sering berurusan dengan desain, konsultasi dengan tim, membuat presentasi arsitektur, dan memilih layanan cloud (EC2, S3, RDS, GKE, dll.)
  • DevOps Engineer bekerja langsung dengan tools automasi, scripting, containerization, dan observabilitas (grafana, prometheus, log management, dll.)

Secara umum, keduanya memang sama-sama main di dunia cloud dan teknologi modern. Tapi pendekatan dan fokus hariannya bisa sangat berbeda.

Kolaborasi di Dunia Nyata

Meski punya perbedaan yang cukup jelas, Cloud Architect dan DevOps Engineer tidak berdiri sendiri. Justru, mereka sangat tergantung satu sama lain dalam berbagai proyek teknologi.

Contoh sederhananya begini: sebuah perusahaan fintech ingin membuat aplikasi layanan keuangan yang scalable dan berjalan di cloud.

  • Cloud Architect akan merancang bagaimana aplikasi ini bisa berjalan di AWS dengan sistem yang aman, cepat, dan hemat biaya. Dia tentukan layanan apa yang dipakai (misalnya EC2 untuk server, S3 untuk storage, RDS untuk database, CloudFront untuk distribusi konten, dan IAM untuk akses).
  • Setelah blueprint selesai, DevOps Engineer akan masuk untuk mengimplementasikan semua itu secara otomatis. Ia akan membuat script Terraform untuk provisioning, setup CI/CD pipeline agar tim developer bisa push kode dengan lancar, serta mengatur monitoring dan alerting jika ada gangguan.

Tanpa desain dari Cloud Architect, DevOps bisa kesulitan menentukan arah. Sebaliknya, tanpa implementasi dari DevOps, rancangan Cloud Architect hanya akan jadi dokumen di atas kertas.

Kolaborasi yang sukses membutuhkan komunikasi yang baik. Kadang mereka harus duduk bareng untuk diskusi tentang trade-off: misalnya antara biaya dan performa, atau antara kecepatan deploy dan keamanan. Di sinilah pentingnya saling memahami peran dan tantangan masing-masing.

Mana yang Cocok untuk Anda?

Mungkin sekarang anda mulai bertanya-tanya, “Saya lebih cocok ke mana, ya? Cloud Architect atau DevOps Engineer?” Jawabannya tergantung pada minat, cara berpikir, dan tujuan karier anda ke depan.

Anda Mungkin Cocok Jadi Cloud Architect Kalau:

  • Anda suka berpikir strategis dan menyusun struktur sistem
  • Anda tertarik dengan desain sistem, keamanan cloud, dan memilih teknologi terbaik
  • Anda suka berdiskusi lintas tim dan memikirkan solusi jangka panjang
  • Anda nyaman menjelaskan ide teknis dalam bentuk diagram atau presentasi

Biasanya Cloud Architect lebih cocok untuk orang yang sudah punya pengalaman cukup di bidang cloud dan ingin naik ke peran strategis.

Anda Mungkin Cocok Jadi DevOps Engineer Kalau:

  • Anda senang menyelesaikan masalah teknis secara langsung
  • Anda suka scripting, automasi, dan bekerja dengan tools
  • Anda senang dengan proses yang cepat dan iteratif
  • Anda suka melihat sistem berjalan mulus dan efisien berkat kerja anda

DevOps cocok bagi anda yang suka tantangan harian, suka belajar tools baru, dan ingin kerja teknis yang langsung terasa hasilnya.

Catatan: karier di IT sangat fleksibel. Banyak Cloud Architect dulunya adalah DevOps Engineer. Ada juga DevOps Engineer yang berkembang dari sysadmin atau backend developer. Jadi, anda tidak harus memilih “sekali seumur hidup”—anda bisa tumbuh, belajar, dan berpindah jalur sesuai perkembangan anda.

Baca juga: Ingin Memulai Bisnis dari Nol dengan Bantuan AI? Ini Caranya

Kesimpulan

Cloud Architect dan DevOps Engineer mungkin berada di jalur karier yang berbeda, tapi keduanya adalah roda penggerak penting dalam dunia IT modern, khususnya dalam pengembangan sistem berbasis cloud. Cloud Architect merancang visi dan struktur sistem, sedangkan DevOps Engineer memastikan sistem itu berjalan, terotomatisasi, dan selalu siap digunakan.

Kalau anda lebih suka berpikir besar dan strategis, Cloud Architect bisa jadi jalur yang cocok. Tapi kalau anda lebih suka kerja teknis dan suka tantangan harian, DevOps Engineer bisa jadi pilihan menarik. Yang terpenting, anda mengenali kekuatan dan minat anda sendiri, lalu belajar secara konsisten.

Dunia teknologi berkembang cepat, dan kolaborasi antar peran semakin penting. Dengan memahami perbedaan dan sinergi antara Cloud Architect dan DevOps Engineer, anda bukan hanya bisa memilih jalur yang tepat, tapi juga bisa bekerja lebih baik dalam tim teknologi apa pun.

Temukan Lowongan Pekerjaan Di MSBU!

 
Hastin Lia

Passionate di dunia IT, sering berbagi tentang teknologi, keamanan data, dan solusi digital.

Floating WhatsApp Button - Final Code (Text Box Smaller All)
WhatsApp Icon Buna