Dalam dunia kerja, membentuk tim yang solid tidak cukup hanya dengan memilih kandidat yang terlihat unggul di atas kertas. Proses rekrutmen seringkali mengundang satu pertanyaan klasik: lebih penting mana, skill atau sikap? Pertanyaan ini bukan sekadar teori HR, tapi menyentuh langsung pada keberhasilan jangka panjang sebuah tim. Artikel ini akan membahas lebih dalam bagaimana dua aspek ini berperan dalam proses rekrutmen, dan bagaimana menentukan prioritasnya sesuai dengan kebutuhan.
Baca juga: Cara Memanfaatkan Data Market Salary untuk Menarik Talenta
Memahami Arti Skill dan Sikap dalam Konteks Rekrutmen
Skill adalah kemampuan teknis atau keahlian tertentu yang dibutuhkan untuk menjalankan pekerjaan secara efektif. Ini bisa mencakup penguasaan software, keterampilan bahasa pemrograman, kemampuan menganalisis data, dan berbagai kompetensi teknis lainnya yang terukur. Di sisi lain, sikap mencerminkan nilai-nilai personal dan perilaku kerja seseorang. Ini mencakup etika, kejujuran, kemauan belajar, kemampuan bekerja dalam tim, hingga bagaimana seseorang merespons tantangan atau tekanan di tempat kerja.
Meskipun keduanya penting, skill dan sikap memiliki peran yang berbeda. Skill memastikan seseorang bisa menjalankan tugas yang diberikan, sedangkan sikap menentukan bagaimana ia menjalankannya—apakah dengan penuh tanggung jawab, antusias, dan mampu berkolaborasi. Di sinilah muncul dilema: apakah kita butuh seseorang yang langsung bisa kerja, atau seseorang yang bisa dibentuk dan akan tumbuh bersama perusahaan?
Kapan Skill Menjadi Prioritas Utama?
Dalam kondisi tertentu, kemampuan teknis adalah hal yang tidak bisa ditawar. Misalnya, ketika perusahaan membutuhkan tenaga ahli untuk proyek jangka pendek yang mendesak, atau saat posisi tersebut membutuhkan tanggung jawab besar sejak hari pertama. Beberapa contoh yang relevan adalah posisi programmer senior, data engineer, atau tenaga medis. Dalam kasus seperti ini, perusahaan sering tidak punya cukup waktu untuk memberi pelatihan, sehingga lebih memilih kandidat yang sudah siap tempur secara teknis.
Kapan Sikap Lebih Penting dari Skill?
Di sisi lain, ada banyak kondisi di mana sikap justru menjadi nilai utama. Ini biasanya terjadi pada posisi entry-level, program trainee, atau ketika perusahaan ingin membentuk tim jangka panjang yang kuat secara budaya. Karyawan yang memiliki semangat belajar, loyal, dan bisa bekerja sama dengan baik cenderung lebih mudah dibentuk dan berkembang. Bahkan, dalam lingkungan kerja yang dinamis dan penuh kolaborasi, satu orang dengan sikap negatif bisa mempengaruhi atmosfer seluruh tim. Dalam jangka panjang, karyawan seperti ini bisa memberi dampak yang lebih besar daripada mereka yang hanya unggul secara teknis.
Mengapa Idealnya Harus Seimbang?
Dalam praktiknya, keseimbangan antara skill dan sikap adalah hal yang ideal. Skill bisa diajarkan melalui pelatihan dan mentoring, tetapi sikap tidak bisa diubah begitu saja. Jika seseorang sudah terbiasa tidak bertanggung jawab atau sulit menerima masukan, perubahan perilakunya akan jauh lebih sulit dibandingkan belajar software baru. Namun, bukan berarti sikap cukup tanpa skill. Karyawan yang penuh semangat tapi tidak memiliki kemampuan dasar akan tetap menyulitkan tim jika tidak dibarengi dengan peningkatan kompetensi. Maka, rekrutmen yang cermat harus bisa melihat potensi keduanya, bukan hanya satu sisi.
Tips Praktis untuk Menilai Skill dan Sikap Saat Wawancara
Proses wawancara menjadi momen penting untuk menggali baik skill maupun sikap. Skill bisa dinilai melalui tes teknis atau studi kasus yang relevan dengan pekerjaan yang akan dijalankan. Sementara itu, sikap dapat terlihat dari cara kandidat menjawab pertanyaan, bagaimana mereka bercerita tentang pengalaman bekerja sama dalam tim, atau cara mereka menyelesaikan konflik. Dalam beberapa kasus, masa percobaan kerja (probation) bisa dijadikan momen penilaian lebih lanjut untuk melihat bagaimana seseorang benar-benar berperilaku di lingkungan kerja.
Baca juga: Membangun Tim Multikultural: Strategi Hiring yang Efektif
Penutup
Skill dan sikap bukan dua hal yang harus dipertentangkan, melainkan dua komponen yang saling melengkapi. Keduanya penting dalam konteks yang berbeda, dan perusahaan yang cermat akan mampu menilai kapan harus menitikberatkan salah satunya. Dalam rekrutmen yang sehat, pertimbangannya tidak hanya tentang bisa atau tidaknya seseorang menjalankan tugas, tapi juga bagaimana orang tersebut berkontribusi pada budaya dan semangat tim secara keseluruhan. Jadi, saat rekrutmen berikutnya datang, jangan hanya fokus pada CV yang penuh sertifikat—perhatikan juga bagaimana calon karyawan membawa diri, belajar, dan berinteraksi. Karena seringkali, yang menentukan bukan hanya apa yang dia tahu, tapi siapa dia saat bekerja bersama orang lain.
Anda bisa mengunjungi MSBU, layanan IT staffing dan rekrutmen yang dapat membantu perusahaan Anda menemukan kandidat terbaik dengan lebih aman dan efisien.