Perkembangan teknologi, khususnya kecerdasan buatan (AI), memunculkan banyak pertanyaan tentang masa depan profesi yang selama ini dianggap sangat penting. Salah satu pernyataan paling kontroversial datang dari Jensen Huang, CEO Nvidia, yang menyebut bahwa anak-anak tidak lagi perlu belajar pemrograman atau coding karena peran tersebut akan digantikan AI. Menurutnya, di masa depan orang akan lebih baik membekali diri dengan matematika, AI, dan kemampuan berpikir kritis ketimbang menulis baris kode. Pandangan ini sontak memicu perdebatan: benarkah profesi coding akan benar-benar hilang, atau justru berevolusi seiring kemajuan teknologi?
Jensen Huang, CEO dan pendiri Nvidia dalam pidatonya di World Government Summit awal 2025, menekankan bahwa coding tidak lagi menjadi keterampilan inti bagi generasi mendatang. Ia menyatakan, “Anak-anak sebaiknya berfokus pada matematika dan kecerdasan buatan, bukan lagi coding.” Alasannya sederhana: AI sudah mampu menggantikan sebagian besar pekerjaan coding yang sebelumnya hanya bisa dilakukan manusia.
Huang juga menekankan bahwa fokus utama di masa depan bukan lagi menulis program, melainkan mengajukan pertanyaan yang tepat. Critical thinking atau berpikir kritis menjadi keterampilan yang jauh lebih penting karena manusia dituntut untuk mengarahkan AI, bukan sekadar memberikan jawaban teknis. Dengan kata lain, coding manual yang selama ini identik dengan profesi programmer akan semakin berkurang nilainya, digantikan oleh perintah berbasis bahasa alami yang mudah dipahami AI.
Baca juga: Kapan Harus Menggunakan Var, Let, atau Const di JavaScript?
Tidak semua pemimpin teknologi sepakat dengan pernyataan Huang. Sundar Pichai, CEO Alphabet (Google), menegaskan bahwa gelombang AI tidak serta-merta mematikan profesi insinyur atau programmer. Menurutnya, AI hanya menghilangkan aspek duniawi dari pekerjaan coding, seperti menulis skrip berulang atau debugging sederhana, tetapi tidak menggantikan peran strategis manusia dalam merancang sistem dan inovasi.
Bahkan, Pichai percaya jumlah insinyur akan terus bertambah karena AI justru membuat mereka lebih produktif. Dengan bantuan AI, insinyur dapat mencurahkan lebih banyak waktu untuk riset, pengembangan produk, dan eksplorasi ide-ide baru. Jadi, meski sebagian pekerjaan coding digantikan, profesi ini tidak akan hilang, melainkan berevolusi menjadi lebih bernilai strategis.
Pandangan ini juga sejalan dengan laporan riset yang menunjukkan bahwa adopsi AI dalam software engineering meningkatkan produktivitas hingga puluhan persen, tetapi tetap membutuhkan campur tangan manusia untuk memastikan kualitas, keamanan, dan relevansi kode. Dengan kata lain, masa depan coding bukan tentang hilangnya profesi, melainkan transformasi peran programmer menjadi pengarah, inovator, dan pengambil keputusan utama dalam pengembangan teknologi.
Peran AI dalam coding sudah terasa pada saat ini. Berbagai alat seperti GitHub Copilot, ChatGPT, atau Gemini AI mampu menghasilkan baris kode hanya dari deskripsi singkat berbentuk teks. Misalnya, studi “Measuring the Impact of Generative AI Coding Assistants with GitHub Copilot” menunjukkan bahwa pengembang yang menggunakan Copilot menyelesaikan tugas web server di JavaScript sekitar 55,8% lebih cepat dibandingkan mereka yang tidak menggunakannya. Alat-alat ini juga membantu dalam dokumentasi kode, review, dan otomatisasi tugas-tugas repetitif, sehingga siapa pun—bahkan pengguna non-IT—dapat membuat aplikasi sederhana dengan bantuan AI.
Fenomena ini memunculkan perubahan besar pada profesi coding. Jika dulu seorang programmer menulis kode secara manual dari awal hingga akhir, kini perannya bergeser menjadi “AI director”, yaitu memberi instruksi atau prompt yang jelas agar AI menghasilkan kode sesuai kebutuhan. Data dari survei besar di sektor publik di Singapura misalnya, laporan GitHub Copilot oleh GovTech menyebut bahwa produktivitas coding / tugas meningkat antara 21-28%, dengan satisfaction developer meningkat juga, terutama bagi mereka yang sering menghadapi tugas rutin atau dokumentasi. Namun, ada juga laporan bahwa meskipun output individu meningkat, tidak semua organisasi merasakan percepatan secara keseluruhan dalam deliverables bisnis — masalah koordinasi, integrasi, dan standar kode kadang justru menjadi tantangan baru.
Bagi sebagian orang, perubahan ini terlihat sebagai ancaman karena pekerjaan teknis bisa tergantikan. Tapi bagi mereka yang mampu beradaptasi, AI justru menjadi alat yang mempercepat pekerjaan dan meningkatkan produktivitas. Contohnya, studi How GitHub Copilot Boosted Developer Productivity mencatat bahwa penggunaan Copilot mampu mengurangi waktu siklus kerja dan meningkatkan jumlah pull request, mempercepat pengembangan fitur, dan mengurangi beban kerja repetitif. Tantangan tetap ada: AI belum sempurna dalam memahami konteks kompleks atau kebutuhan non-fungsional, dan prompt yang buruk bisa menghasilkan kode yang tidak optimal. Namun keseluruhan tren menunjukkan bahwa profesi coding tidak sedang menghilang, melainkan berevolusi menuju peran yang lebih strategis.
Seiring dengan semakin banyaknya pekerjaan coding dasar yang bisa ditangani oleh AI, muncul peluang besar di berbagai bidang lain yang sebelumnya tidak terlalu terkait langsung dengan pemrograman. Pergeseran ini menunjukkan bahwa keahlian manusia akan semakin dibutuhkan dalam ranah yang lebih strategis, kreatif, dan multidisipliner. Beberapa area yang berpotensi tumbuh adalah sebagai berikut:
Pada akhirnya, hadirnya AI bukan berarti menghapus peran manusia, melainkan menggesernya ke arah yang lebih bernilai strategis. Profesi yang sebelumnya berfokus pada coding dasar akan berevolusi menjadi peran integrator, analis, dan pengambil keputusan dengan basis critical thinking serta etika. Dengan memanfaatkan peluang di sektor industri, riset, dan integrasi AI, manusia tetap menjadi pusat inovasi, sementara AI berfungsi sebagai alat pendukung yang mempercepat proses menuju masa depan teknologi yang lebih maju.
Sebelum masuk ke rinciannya, perlu ditegaskan: adopsi AI memang mempercepat pekerjaan teknis, tetapi fase transisi menuju “AI-native development” masih panjang. Di sinilah peran manusia—terutama software engineer—tetap krusial untuk menjaga kualitas, keamanan, dan arah inovasi.
Dengan kata lain, profesi coding tidak hilang begitu saja, melainkan bergeser ke peran yang lebih strategis: pengawasan, desain, keamanan, dan inovasi tingkat lanjut.
Baca juga: Mengenal Fitur Baru Gemini AI yang Ramai Jadi Perbincangan
Pernyataan Jensen Huang tentang coding yang digantikan AI memang menimbulkan diskusi luas, tetapi bukan berarti profesi ini benar-benar hilang. Coding manual mungkin semakin sedikit dibutuhkan, digantikan oleh interaksi berbasis bahasa alami dengan AI. Namun, profesi coding justru berevolusi menjadi lebih strategis, di mana manusia berperan sebagai pengarah, perancang, dan inovator. Sejalan dengan itu, AI membuat para insinyur lebih produktif, sementara peluang di berbagai sektor lain semakin terbuka. Jadi, alih-alih khawatir, yang perlu dilakukan adalah beradaptasi: mengasah kemampuan berpikir kritis, pemahaman AI, dan keterampilan lintas bidang agar tetap relevan di era baru teknologi.
Temukan Lowongan Pekerjaan Di MSBU Konsultan!